Travelers’ Tale 3 : Kucing di Kuching

Setelah Part 1 dan Part 2, sekarang lanjut dengan Part 3.

Dari area museum, kami berjalan melewati McDougall Road menuju Tabuan Road. Dari info yang kami peroleh, di Tabuan Road ada dua hostel, kami langsung menuju B&B Inn (ditulis juga kok di “Lonely Planet”). Begitu tiba di hostel itu, pintunya terkunci dan setelah di bell ada Mbak-nya dan bilang “Dateng lagi 30 menit, soalnya kamarnya mo diberesin dulu” Hahh??? Aneh aja. Akhirnya kami menuju ke hostel satu lagi “Borneo Seahare Hostel”. Eh pintunya dibuka oleh seorang perempuan berwajah oriental (yang masih memakai baju tidur yang hah???) dan kemudian muncul seorang perempuan Bule dengan pakaian yang hah??? juga. (Aku langsung mikir, duuuh ini tempat apaan?? Udah pengen balik kanan aja, ternyata semua temenku juga berpikiran sama hahaha…). Setelah ngobrol dengan bahasa Inggris kami yang terpatah-patah (untungnya dimengerti satu sama lain), mereka tuh bukan pemilik hostelnya, tapi nginep disana juga. So, kami nunggu dulu pemiliknya datang. Di tempat itu lagi ada yang nginep dua bule Jerman dan satu china Australia. Sempet ngobrol-ngobrol dikit, ternyata mereka akan check out sore itu menuju Singapura dan kemudian ke Jakarta (mo kondangan best friend-nya…jah, ternyata ada yang lebih jauh menghadiri undangan, dari Jerman ke Jkt, kami aja dari Jkt ke Pontianak rasanya dah jauh banget). Hmm…jadi akhirnya hanya kami yang menginap di hostel tersebut.

Pemilik hostelnya Wesley & Teresa, baik banget. Dengan berbekal print-an peta yang kami bawa, Wesley menunjukkan tempat untuk makan halal, dan tempat-tempat bagus untuk dikunjungi.

Setelah mandi dan beristirahat sebentar, sekitar jam 1 siang, kami meneruskan jalan-jalan. Makan siang di daerah “Green Hill Road” terus jalan kaki ke Chinese History Museum. Lagi-lagi di Museum itu gak ada apa-apanya. Mirip ruang pamer dalam kotak besar, belum layak disebut museum :D. Karena tempatnya deket Waterfront, kami langsung jalan-jalan di sekitar Waterfront Kuching yang tertata dengan baik dan tentu saja bersih. Kami menyebrangi Sungai Serawak memakai sampan (cuma bayar 50 sen) dan tiba di Kuching Utara. Tadinya mau ke Museum Kuching, tapi kok ada “preman” menyebalkan disana. Kami dipaksa naik ke semacam “angkotnya” dan disuruh bayar RM 30 buat dianterin ke Museum Kuching terus jalan-jalan di Kuching Utara. Iiih males amat, lagian tuh orang maksa banget. Dengan gondok, akhirnya kami kembali nyebrang ke Kuching Selatan dan jalan-jalan lagi di Waterfront.

Suasana waterfront Kuching dengan sampan-sampan yang banyak terdapat di Sungai Serawak

Tiba-tiba kami mendengar suara music “degung” Sunda, dan langsung mencari-cari asal bunyi itu. Suara musiknya berasal dari sebrang sungai sisi lain, yang menurut info, tempat disana bernama “Kampung Gresik”, dan kampung-kampung lainnya yang bernama Indonesia. Mungkin dulunya (atau sampai sekarang) banyak WNI yang tinggal disana.

Ternyata lumayan banyak juga turis mancanegara yang lagi jalan-jalan di sekitar Waterfront Kuching, lengkap dengan tentengan “Lonely Planet”. (Jadi inget cerita perjalanan di buku “Honeymoon with My Broter”, katanya buang saja semua buku panduan itu. Kalo kami, daripada beli “Lonely Planet” yang jelas-jelas mahal untuk ukuran kantong orang Indonesia, mendingan cari-cari info di internet, lebih update dibanding di “Lonely Planet”). Ada satu tempat yang sebetulnya ingin kami kunjungi, Fort Margeritha, tapi sayangnya tempat itu ditutup, entah untuk diperbaiki atau apa karena gak ada keterangan lain.

Dari waterfront, kami jalan-jalan mencari patung-patung kucing. Wew…ternyata (mentang-mentang) namanya Kuching, banyak banget patung kucing di seantero kota. Salah satu yang terbesar terletak di bunderan di depan Holiday Inn Kuching.

Salah satu patung kucing di Kuching

Masih melanjutkan jalan-jalan keliling kota, kami pindah ke sisi yang lain. Sore hari, kami menuju Main Bazaar Road, pusat souvenir. Ternyata gak ada yang khas di toko-toko souvenir itu. Barang yang banyak disana, kaos-kaos dengan tulisan “Serawak”, assesoris khas Kalimantan, tas etnik yang di Yogya jauh lebih bagus, dan kotak kayu jati dengan tulisan “Serawak”. Untuk kotak kayu jati itu jadi “special case” buat kami. Karena di antara kami sebelumnya pernah ke Cepu (dengan waktu dan lama kunjungan yang berbeda) jadinya kami tahu bahwa kotak-kotak itu sama persis dengan yang kami lihat langsung di tempat pembuatannya di Cepu. Jadinya gak terlalu tertarik belanja souvenir di sana, karena justru gak ada barang khas-nya Kuching.

Dari Main Bazaar, kami masuk ke “Sarawak Steamship Building” yang sekarang menjadi pusat souvenir juga. Sempat tawar-menawar assesoris (walaupun gak jadi beli), sempat ada kejadian lucu saat ngobrol dengan penjaga toko, kurang lebih gini deh :D

Penjaga toko : Ayo kak, gelang ini bagus, pasti seronok kalo dibeli
Kami : Bengong…sambil mikir (apa??? Seronok?? kayanya tau artinya deh kalo nonton film dengan subtitle Malay, tapi apa yaaa?? Lupa!! Kayanya bukan sesuatu yang aneh kok).
Penjaga toko : Iya kak, untuk dipake kalo suasana seronok ....
Kami : (Masih bengong) … akhirnya nanya, Seronok apa ya??
Penjaga toko : (ketawa) yaa… seronok, happy … happy …
Kami : Oooooooooooooo….

Akhirnya kami keluar tanpa membeli apapun sambil ketawa-ketawa, hahaha…dasar!! Gini nih, kalo gak ngerti bahasanya. Malamnya kami jalan-jalan masih keliling kota dan makan malam di Waterfront yang semakin malam semakin ramai. Capeeee…tp seronok, eh maksudnya happy :D. Back to hostel, bukannya tidur tapi malah baca-baca buku yang ditinggalkan di rak buku di ruang TV oleh para “backpacker” dan tentunya banyak “Lonely Planet” di sana. Masih ada setengah hari esok untuk melanjutkan jalan-jalan di Kuching.

…bersambung…


12 comments:

  1. oooo... bertandang ke negeri jiran??? weks! jadi pinginnn..

    ReplyDelete
  2. Hi,
    Good morning!
    Is this picture in Kuching?
    Nice place.
    This is Japanese Kuching blog.
    http://blogs.yahoo.co.jp/bbgrade3/folder/1065543.html?m=lc
    There are many many pictures in this blog.
    I want to go Kuching!
    Have a nice day!

    ReplyDelete
  3. bentar lagi ayik juga kesana euy, abis dines dari sanggau yaa...nyempetin waktu buat loncat ke kuching?hehe...

    ReplyDelete
  4. kok gak bilang2 sih mo ke malay padahal saya mo titip salam buat mentri semak belukar teh lies..(mentri kehutanannya malay )

    ReplyDelete
  5. tadi saya sempat bertanya-tanya..
    di kuching ada patung kucing gak yaaa?? ternyata ada...gede banget pulaaaa....

    wah asyik banget mbak...jalan-jalannya...wah kapan aku bisa jalan2 begitu yaaa.....

    ReplyDelete
  6. wah makin seru aja nih mba :D

    nanti kapan2 ajak diriku hehehe ...

    ReplyDelete
  7. wah...wah.. asyik banget mbak..

    ReplyDelete
  8. Lain kali ajak aku Teh. Aku janji.... ga akan nakal.

    ReplyDelete
  9. Lain kali ajak aku Teh. Aku janji.... ga akan nakal.

    ReplyDelete
  10. My parents have been to Kuching, but the camera they brought are full, so cannot take more photographs..he he

    ReplyDelete
  11. kalau negeri panda kok namanya cina ya mbak, ga phanda aj. kan negeri kucing namanya khucing? kkekeke

    ReplyDelete
  12. Oooo... bahasa Malay nya senang seronok ya mbak, hehehe beda ya dengan arti seronok dalam Bhs Indonesia

    ReplyDelete

Please, leave your comment here. Don't forget to put your name ... Anonymous is not recommended. Thanks :)