Kereta Sayang, Kereta Malang ….

Pagi ini, seperti biasa jika menghabiskan weekend di Ciputat, aku akan kembali ke Cipulir senin pagi dengan menggunakan kereta api bersama para komuter lainnya. Dari rumah, jam masih menunjukkan pukul 5.50, sementara jadwal kereta pukul 6.05. Karena naek ojek, perjalanan tidak akan lebih dari lima menit, tapi begitu ojek masuk ke pelataran stasiun, tiba-tiba aku melihat Kereta Ciujung itu sudah melajuuu….huaaaa…. Ah tapi kupikir, mungkin salah, toh harusnya masih lima menit lagi. Eh begitu di peron, beneran deh dibilangin kalo Ciujung baru aja lewat, hiks…hiks…hiks… Akhirnya aku membeli tiket kereta ekonomi yang seharga Rp 1.500. Tiga kali lebih murah dibanding Ciujung AC yang 5 ribu rupiah.

Nah itu dia kereta dari Rangkasbitung tujuan Kota akhirnya datang juga. Tapi ya Allah, gimana aku mau naik kereta itu? Dari jauh saja sudah terlihat kalo kereta itu penuh sesak sampai atap-atapnya dipenuhi penumpang-penumpang (yang mungkin tidak memiliki tiket). Akhirnya ketika kereta berhenti, setengah tidak percaya, aku tetap menuju pintu gerbong yang sudah penuh sesak itu. Seorang ibu di belakangku ngomel-ngomel, ini yang depan kok gak maju-maju. (Duuuh ibu, aku bingung, gimana mau masuk ke gerbong yang sudah penuh sesak itu???)

Entah kekuatan apa yang mendorong aku untuk terus masuk ke gerbong itu. Akhirnya bisa juga masuk dan berhimpitan di dalam kereta. Badan ini tanpa berpegangan pada apapun sudah gak akan jatuh, benar-benar tertahan oleh orang di depan dan dibelakang. Baru naik aja, aku sudah berpikir, gimana nanti cara turunnya, penuh sesak begitu, susah jalan keluar. Akhirnya aku “berusaha” menikmati perjalanan. Aku memegang erat ranselku yang sudah beralih posisi ke depan badan. Tiba-tiba bahu sebelah kananku dipegang seseorang, weew… kaget donk. Ternyata seorang nenek yang berpegangan (nek, kemanakah anak dan cucumu, sampe dirimu harus bepergian seorang diri di tengah himpitan orang-orang? :) ). Nenek itu melepas tangannya ketika aku menoleh, tapi langsung aku bilang, “gak apa-apa Bu, pegangan aja”. Nenek itu kemudian berkata, “kalo mau nyaman sih ya neng naik taksi aja” … aku hanya tersenyum miris mendengarnya.

Begitu melewati St. Pondok Ranji, beberapa penumpang masih memaksakan diri untuk masuk ke kereta yang sudah penuh sesak itu. Ampun deh, makin terhimpit aja kami yang sudah di dalam. Cengkeraman Nenek itu di tangan makin erat aja. Tak lama kemudian kereta sudah melewati tanah kusir. Lega banget ngeliatnya karena berarti aku akan segera turun. “Bu, saya mau turun di kebayoran lama ya Bu”, Nenek tersebut menjawab, “Oh kalo Ibu di Palmerah”.

Begitu tiba di St. Kebayoran Lama, aaah leganya. Ternyata tidak susah untuk turun, karena ada beberapa orang yang turun sekaligus menurunkan barang dagangannya. Selain penumpang, turun juga tuh berkarung-karung sayuran, ayam-ayam yang berkokok, untunglah tidak ada penumpang yang membawa kambing. Hehehe…ternyata aku menumpang kereta dengan berbagai jenis penumpang :D Itulah wajah transportasi di Indonesia. Rakyat seharusnya bisa menikmati berbagai sarana umum dengan nyaman, namun yang terjadi jauh dari itu. Coba tuh kalo bapak-ibu dewan itu merasakan sekali saja perjalanan seperti itu? Apa mereka masih mau??? Ya jelas saja mereka bakalah ogah, mungkin kata mereka mendingan studi banding ke luar negeri sekaligus jalan-jalan. (Kekeke…padahal aku juga gak mau lagi kok naik kereta itu kalo karena gak terpaksa :D) Ah ternyata, pengalaman perjalanan 20 menit di himpitan orang-orang di suatu gerbong kereta pagi ini benar-benar berharga sekali. (Ciputat-Cipulir … 15 Des 2008).


4 comments:

  1. yey...wiken di ciputat meni teu ameng ka bumi...

    ReplyDelete
  2. hehehe....sugan teh mang mayor wiken di bandung :D
    Barina ge wiken kamari mah teu tiasa kamamana, jaga rumah, soalna pun alo diopname.

    ReplyDelete
  3. dengan kereta sayang.. kupulang ke bandung... alah

    ReplyDelete
  4. ah hadie...pake kereta ka bandung mah lama, cepetan keneh pake travel :D

    ReplyDelete

Please, leave your comment here. Don't forget to put your name ... Anonymous is not recommended. Thanks :)